Perikatan, Perjanjian, serta Wanprestasi dalam Hukum Perdata Indonesia

Perikatan, Perjanjian, serta Wanprestasi dalam Hukum Perdata Indonesia


Dalam karya tulis ini nanti akan dibahas tentang perjanjian dan perikatan. Keduanya memiliki kemiripan karena sama-sama mengikat dua orang atau lebih. Perikatan dan perjanjian merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan akibat hukum sehingga kedua hal ini perlu aturan agar tidak menimbulkan pertentangan atau perselisihan. Untuk itulah kedua hal ini diatur dalam KUHPdt yang merupakan peninggalan Belanda. 

Dalam KUHPdt semua sudah diatur begitu jelas dan rinci mengenai perikatan dan perjanjian. Mualai dari objek, subjek, syarat-syaratnya dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perikatan maupun perjanjian. Semua itu sudah diatur jelas dalam KUHPdt. 

Perjanjian dan perikatan merupakan perbuatan hukum, tentu harus mempunyai aturan-aturan yang jelas dan harus memenuhi persyaratan agar hal itu bisa disebut perjanjian atua perikatan. Karena perikatan dan perjanjian tidak hanya terjadi secara perseorangan tapi juga bisa terjadi pada lembaga hukum maupun badan atau organisasi. Dari perjanjian dan perikatan itulah terjadi akibat-akibat hukum yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
  1. Bagaimana hubungan antara perikatan dan perjanjian?
  2. Ada berapa macam perikatan?
  3. Apa yang dimaksud dengan sistem terbuka dan asaa konsensualitas?
  4. Apa saja syarat sahnya perjanjian?
  5. Apa saja yang menyebabkan kebatalan dan pembatalan suatu perikatan?
  6. Apa yang dimaksud tentang pelaksanaan suatu perjanjian?
  7. Apa yang dimaksud dengan wanprestasi dan bagaimana akibat hukumnya?
  8. Apa saja yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan?


Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan dari perikatan dan perjanjian, mengetahui mecam-macam perikatan, mengetahui paa itusistem terbuka dan asas konsensualitas. Untuk mengetahui syarat sahnya perjanjian, apa saja hal yang dapat menyebabkan kebatalan dan pembatalan suatu perjanjian dan bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut. untuk mengetahui tentang saat dan tempat lahirnya suatu perjanjian, apa itu wanprestasi dan bagaimana akibat hukumnya dan apa saja hal yang dapat menyebabkan hapusnya suatu perikatan. 

Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian


Perikatan adalah terjemahan dari istilah Belanda verbintenis yang artinya mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain.  Sedangkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa :
  • Perbuatan misalnya jual beli, utang-piutang, hibah
  • Kejadian misalnya kelahiran, kematian, pohon tumbang
  • Keadaan misalnya pekarangan berdampingan  


Jadi perikatan merupakan hubungan hukum yang terjadi karena peristiwa hukum yang berupa perbutan, kejadian atau keadaan (Muhammad, 2010: 229). Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut pihak penuntut (kreditur), sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut pihak yang  dituntut(debitur). Sesuatu yang dituntut disebut prestasi

Macam-Macam Perikatan


1. Perikatan Bersyarat


Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa(Pasal 1253 KUHPdt) . Berdasarkan ketentuan ini, dapat dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu:

  1. Perikatan dengan syarat tangguh. Apabila syarat peristiwa yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (Pasal 1263 KUHPdt). Jadi sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban debitur untuk berprestasi segera dilaksanakan.
  2. Perikatan dengan syarat batal. Di sini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHPdt).  Batalnya perikatan ini bukanlah batal demi hukum”, melainkan dinyatakan batal oleh pengadilan. Jadi, jika syarat batal itu dipenuhi, pernyataan batal harus dimintakan kepada pengadilan, tidak cukup dengan pernyataan salah satu pihak saja atau pernyataan kedua belah pihak meskipun syarat batal itu dicantumkan dalam perikatan (Pasal 1266 KUHPdt).
  3. Perikatan dengan ketetapan waktu. Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat ketetapan waktu adalah pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan.  


Pada perikatan dengan ketetapan waktu, apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba. Akan tetapi, apa yang telah dibayar sebelum waktu itu tiba , tidak dapat diminta kembali (Pasal 1269 KUHPdt). Pada perikatan dengan ketetapan waktu selalu dianggap dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatannya sendiri atau dari keadaan ternyata bahwa ketetapan waktu itu telah dibuat untuk kepentingan kreditur (Pasal 1270 KUHPdt). Biasanya kepentingan kreditur itu ditetapkan dalam perjanjian atau dalam akta (Muhammad, 2010: 250).

2. Perikatan Manasuka (Boleh Pilih) 


Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan manasuka karena debitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun debitur tidak dapat memaksakreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitur jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (Pasal 1272 dan 1273 KUHPdt) (Muhammad, 2010: 251).

Jika hak memilih ada pada kreditur dan hanya salah satu benda yang hilang, jika hal itu terjadi bukan karena kesalahan debitur, kreditur harus menerima benda yang masih ada. Jika hilangnya salah satu benda karena kesalahan debitur, kreditur dapat menuntut penyerahan benda yang masih ada atau harga benda yang telah hilang. Namun, jika kedua benda itu musnah, kreditur  boleh menuntut pembayaran harga salah satu menurut pilihannya apabila musnahnya salah satu atau kedua benda itu karena kesalahan debitur (Pasal 1276 KUHPdt) (Muhammad, 2010: 251).

3. Perikatan fakultatif


Perikatan fakultatif yaitu perikatan di mana debitur wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, dia dapat mengganti dengan prestasi lain. 

Perbedaan antara perikatan fakultatif dengan perikatan alternative adalah:

  • Pada perikatan alternative ada dua benda yang setara dan debitur wajib menyerahkan salah satu dari dua benda tersebut. sedangkan pada perikatan fakultatif hanya satu benda yang menjadi prestasi.
  • Pada perikatan alternative jika benda yang satu lenyap, benda yang lain menjadi penggantinya. Sedangkan perikatan fakultatif jika bendanya binasa, perikatan menjadi lenyap. 


4. Perikatan tanggung-menanggung


Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur atau seorang kreditur berhadapan dengan beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung aktif. Jika pihak debitur terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung pasif. Setiap debitur wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan jika sudah dipenuhi oleh seorang debitur saja, membebaskan debitur-debitur lain dari tuntutan kreditur dan perikatannya hapus (Pasal 1280 KUHPdt). 

5. Perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi


Sifat dapat dibagi dan tidak dapat dibagi berdasar pada:

  • Sifat benda yang menjadi objek perikatan 
  • Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi 


Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat dibagi adalah bahwa pada perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasi kepada setiap debitur dan setiap debitur wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi pleh seorang debitur wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi oleh seorang debitur, membebaskan debitur lainnya dan perikatan menjadi hapus.   

6. Perikatan dengan ancaman hukum


Perikatan  ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila dial alai memenuhi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Di samping itu, juga sebagai upaya untuk menetapkan jumlah ganti kerugian jika benar-benar terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan  pendorong debitur untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah dideritanya. 

7. Perikatan wajar


Dalam Undang-Undang tidak disebutkan pengertian dari perikatan wajar. Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt yang berbunyi “Terhedap perikatan bebas yang secara sukarela telah dipenuhi tidak dapat dituntut kembali”. jadi ketentuan ini tidak memberikan hak menagih kembali terhadap pemenuhan perikatan wajar dan ini diakui bahwa perikatan wajar harus dianggap secara yuridis berisi kewajiban untuk dipenuhi walaupun tidak disertai sanksi. Atas dasar ketentuan pasal ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perikatan wajar adalah perikatan tanpa gugatan (Muhammad, 2010: 257).

Sistem Terbuka dan Asas Konsensualitas

Asas konsensulitas mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjad sejak saat tercapai kata sepakat (consensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. 

Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian


Syarat umum sahnya perjanjian seabagaiman ayang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata Indonesia, yaitu:

  • Adanya kata sepakat antara para pihak dalam perjanjian
  • Adanya kecakapan berbuat dari para pihak
  • Adanya perihal tertentu
  • Adanya kausa yang diperbolehkan


Syarat tambahan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1338 (ayat 3) dan 1339 KUH Perdata, yaitu disebut:

  • Perjanjian dilaksanakan dengan iktikad baik
  • Perjanjian mengikat sesuai kepatutan
  • Perjanjian mengikat sesuai kebiasaan
  • Perjanjian harus sesuai dengan undang-undang
  • Perjanjian harus sesuai dengan ketertiban umum


Syarat khusus formalitas sah nya perjanjian antara lain:

  • Agar sah secara hukum, perjanjian tertentu harus dibuat secara tertulis.misal dalam perjanjian hibah, penanggungan dll.
  • Agar sah secatra hukum, harus dibuat oleh pejabat yang berwenang.


Syarat khusus substantif sahnya perjnjian adalah bahwa agar perjnajian gadai sah, maka harus diperjanjikan( dan tidak boleh diperjanjikan sebaliknya) bahwa barang objek gadai haruslah dialihkan dari pihak pemberi gadai ke pihak penerima gadai.(Fuady, 2014:185-186)

Kebatalan dan Pembatalan Suatu Perikatan


Menurut KUHPdt pasal 1446 tentang kebatalan dan pembatalan perikatan yaitu apabila dalam keadaan:

Jika perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampunan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampunannya (Tim Yustisia, 2015:371). 

Pasal 1449 menyatakan bahwa perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya. 
Bila suatu tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih pendek maka waktu itu adalah lima tahun. 

Waktu tersebut mulai berlaku:

  • Dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan
  • Dalam hal pengampunan, sejak hari pencabutan pengampunan
  • Dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti
  • Dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau penipuan
  • Dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan tanpa kuasa si suami, sejak hari pembubaran perkawinan (Pasal 1454).


Tentang Pelaksanaan Suatu Perjanjian


Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan mereka. Pelaksanaan suatu perjanjian pada dasarnya selalu berupa pemenuhan kewajiban dan perolehan hak secara timbal balik  antara pihak-pihak. Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban pokok dan kewajiban pelengkap. Kewajiban pokok merupakan esensi perjanjian dan kewajiban pelengkap merupakan penjelas terhadap kewajiban pokok. 

Wanprestasi dan Akibatnya


Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan yaitu: 

  • Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian 
  • Karena keadaan memaksa (force majeure),di luar kemampuan debitor.  


Untuk menentukan apakah sorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Dalam hal ini ada tiga keadaan yaitu: (Muhammad, 2010: 242).

  • Debitur tidak memenuhi  prestasi sama sekali
  • Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
  • Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.


Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini: (Muhammad, 2010: 242-243)

  • Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur
  • Apabila perikatan itu timbale balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPdt)
  • Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat(2) KUHPdt)
  • Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt)
  • Debitur wajib membayar biaya perkara  jika diperkarakan ke muka pengadilan negeri dan debitur dinyatakan bersalah.


Cara-Cara Hapusnya Suatu Perikatan

Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPdt ada sepuluh cara hapusnya perikatan yaitu:

  1. Pembayaran
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan
  3. Pembaruan utang (novasi)
  4. Percampuran utang
  5. Pembebasan utang
  6. Musnahnya benda yang terutang
  7. Musnahnya benda yang terutang
  8. Karena pembatalan
  9. Berlaku syarat batal
  10. Lampau waktu (kadaluarsa)


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa antara perikatan dan perjanjian memiliki persamaan karena keduanya berisi tentang perikatan dua orang atau lebih yang melakukan kerjasama dan memiliki akibat hukum. Ada beberapa macam perikatan di antaranya yaitu perikatan wajar, perikatan dengan ancaman hukum, perikatan tanggung menanggung dan lain sebagainya. 

Dalam perjanjian ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian itu sah di antaranya Adanya kata sepakat antara para pihak dalam perjanjian, adanya kecakapan berbuat dari para pihak adanya perihal tertentu adanya kausa yang diperbolehkan. 

Menurut KUHPdt pasal 1446 tentang kebatalan dan pembatalan perikatan yaitu apabila dalam keadaan jika perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampunan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampunannya.

Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPdt ada sepuluh cara hapusnya perikatan yaitu:pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan, pembaruan utang (novasi), percampuran utang, pembebasan utang, musnahnya benda yang terutang, musnahnya benda yang terutang, karena pembatalan,Berlaku syarat batal, dan lampau waktu (kadaluarsa).

Saran 

Makalah ini tentu masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun materinya. Tapi meski demikian penulis berharap meteri ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan bisa menambah wawasan bagi para pembaca tentang hukum perdata.

DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. 2014. Konsep Hukum Perdata. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,.
Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Cet ke-3
Tim Yustisia. 2015. KUH Perdata dan KUHA Perdata. Jakarta: Visimedia.

0 Komentar untuk "Perikatan, Perjanjian, serta Wanprestasi dalam Hukum Perdata Indonesia"

Back To Top