Taqlid, Ittiba’, Madzhab, dan Talqif dalam Usgul Fiqh


Taqlid, Ittiba’, Madzhab, dan Talqif dalam Usgul Fiqh


Dalam ilmu fiqh kita tentu sering menemui di mana antara imam yang satu dengan imam yang lain mempunyai pendapat yang berbeda bahkan bertentangan. Itu merupakan hal yang biasa dan menunjukkan bahwa ilmu fiqh itu fleksibel dan berlaku secara universal. Jadi ilmu fiqh dapat berlaku dimana saja dan kapan saja. 

Untuk itu para ulama fiqh terus menggali hukum-hukum Islam yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Para ulama inilah yang disebut mujtahid atau orang yang malakukan ijtihad. Ijtihad ini dilakukan agar perbuatan-perbuatan manusia tidak menyeleweng dari aturan atau koridor Islam. 

Hasil ijtihad para ulama ini biasa dijadikan pedoman oleh sebagian umat untuk melakukan sesuatu baik itu dalam hal ibadah maupun muamalah. Ijtihad merupakan hasil pemikiran manusia sehingga sering timbul perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar karena pemikiran manusia memang berbeda-beda.  

Dalam mengikuti para mujtahid ada beberapa macam cara yang akan dijelaskan dalam makalah ini seperti taqlid, ittiba’ dan talqif. Ketiga cara tersebut memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dan juga memiliki persyaratan tertentu.

Rumusan Masalah
  • Apa pengertian dari taqlid, ittiba’, madzhab, dan talqif?
  • Bagaimana ketentuan dalam bertaqlid?
  • Bagaimana hukum bermadzhab?


Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan di makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian dari taqlid, ittiba’, madzhab dan talqif, bagaimana ketentuan dari bertaqlid, dan bagaimana hukum bermadzhab.

Pengertian taqlid, ittiba’, madzhab, dan talqif

Pengertian Taqlid


Taqlid berasal dari bahasa Arab yang artinya mengulangi, meniru dan mengikuti. Menurut istilah mengikuti pendapat seseorang mujtahid atau ulama tertentu tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilan pendapat tersebut.  orang yang bertaqlid disebut mukallid. 

Menurut Rasyid Ridho taqlid adalah mengikuti pendapat orang yang dianggap terhormat dalam masyarakat dan dipercaya dalam hukum Islam tanpa memerhatikan benar atau salahnya, baik buruknya serta manfaat mudharatnya pendapat tersebut. 

Para ulama ushul fiqh melarang taqlid dalam tiga bentuk yaitu:   

  1. Semata-mata mengikuti tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. 
  2. Mengikuti orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya dan menggandrungi daerahnya melbihi kecintaannya kepada dirinya sendiri. 
  3. Mengikuti pendapat seseorang, padahal diketahui bahwa pendapat tersebut salah. 


Hukum bertaqlid yaitu dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan melarang orang Islam ikut-ikutan dalam menjalankan ajaran agama, diantaranya terdapat dalam Q.S An-Nahl: 43. 

“ Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”

Abu Hanifah berkata bahwa dia menolak pendapat dari tabi’in karena beliau merasa bahwa dirinya sederajat dengan para tabi’in dalam berpendapat dan berijtihad. Karena beliau memahami dirinya sebanding dengan para tabi’in yang selalu memegang kebenaran. 

Pengertian Ittiba’


Dari segi bahasa berarti menurut atau mengikuti, sedangkan orang yang diikuti disebut muttabi. 

Kalangan ushuliyyin mengemukakan bahwa ittiba’ adalah mengikuti ata menerima semua yang diperintahkan atau dilarang atau dibenarkan oleh Rasulullah, sahabat ataupun para tabi’in yang mendatangkan kebajikan.

Ittiba’ dibagi menjadi dua bagian yaitu: 

  1. Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya. Hukumnya wajib seperti yang diperintahkan Allah dalam Q.S. Al-A’raf: 3 yang artinya “ Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kmau mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
  2. Ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
  3. Tujuan ittiba’ yaitu agar kita dapat memahami secara baik agama kita dan semua peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Kita diwajibkan bertanya apabila kita tidak mengerti sehingga dapat mengetahui dalilnya


Pengertian Madzhab


Menurut bahasa mazhab berarti jalan atau tempat . Sedangkan menurut istilah, mazhab mempunyai dua pengertian yaitu:

  • Pendapat salah seorang imam Mujtahid tentang hukum suatu masalah
  • Kaidah-kaidah istinbath yang dirumuskan oleh seorang imam mujtahid.


Sedangkan bermazhab berarti mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang suatu hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbathnya. Mazhab biasanya hanya terdapat dalam masalah-masalah zhanniyah atau ijtihadiyah atau furu’iyah. 

Sebab-sebab perbedaan pendapat di kalangan ahli hukum Islam diantaranya: 

  • Pengertian lafadz atau kata
  • Kaidah ushul fiqh
  • Status hadits
  • Ketentuan hukum nash: ta’abbudi dan ta’aqully
  • Qiyas: dalam syarat dan penentuan ‘illat
  • Dalil-dalil yang diperselisihkan mujtahid


Karena adanya perbedaan-perbedaan pendapat inilah maka terbentuklah kelompok-kelompok fiqh yang pada mulanya terdiri dari murid-murid imam mujtahid. Kemudian kelompok ini berkembang dan tersebar. Kelompok ini juga mempertahankan pendapat imamnya, hingga akhirnya terbentuklah mazhab-mazhab seperti sekarang ini. 

Pengertian Talfiq


Menurut bahasa berarti menyamakan atau merapatkan dua tepi yang berbeda. Sedangkan menurut istilah adalah menyelesaikan suatu masalah (hukum) menurut hukum yang terdiri atas kumpulan (gabungan) dua mazhab atau lebih. 

Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam Islam, selama tujuan melaksanakannya semata-mata mengikuti pendapat yang lebih kuat argumentasinya, yaitu setelah menliti dalil-dalil dan analisis masing-masing pendapat tersebut. namun, bila talfiq dimaksudkan untuk mencari keringanan dan mengumpulkannya dalam suatu perbuatan tertentu maka hal itu tidak dapat dibenarkan menurut pandangan jumhur ulama. 

Beberapa pandangan ulama ushul fiqh tentang talfiq: 

  1. Pendapat pertama mengatakan bila seseorang telah memiliki salah satu madzhab, maka ia harus tetap pada madzhab yang telah dipilihnya itu. ia tidak dibenarkan pindah kepada madzhab yang lain baik sebagian maupun keseluruhan. Menurut pendapat ini talfiq hukumnya haram 
  2. Pendapat kedua mengatakan bahwa seseorang yang telah memilih salah satu madzhab boleh berpindah ke madzhab ynag lain walaupun untuk mencari keringanan dengan ketentuan hal itu tidak terjadi dalam satu kasus hukum yang menurut madzhab pertama dan madzhab kedua sama-sama memandang batal atau tidak sah.atas dasar ini talfiq diperbolehkan.
  3. Pendapat ketiga berpendapat bahwa seorang yang telah memilih salah satu madzhab tidak ada larangan agama terhadap dirinya untuk pindah ke madzhab lain, walaupun didorong untuk mencari keringanan. Hal didasarkan pada hadits Rasulullah bahwa beliau senang mempermudah urusan umatnya, juga ada hadits yang mengatakan bahwa agama itu mudah. Dalam hal ini talfiq hukumnya mubah atau boleh.


Ketentuan dalam Bertaqlid


Dalam hukum syara’ ada dua hal yaitu apa yang diketahui dengan pasti (qath’i) dari agama seperti wajibnya salat lima waktu, puasa, haji, zakat. Dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk bertaqlid. Kemudian apa yang diketahuo dengan penyelidikan dengan mempergunakan dalil seperti soal-soal ibadah yang kecil-kecil. Dalam hal ini dibolehkan untuk bertaqlid kepada orang lain.

Syarat-syarat taqlid ini dilihat dari dua hal yaitu: 

  • Syarat-syarat orang yang bertaqlid. Yaitu orang awam atau orang biasa yang tidak dimengerti cara-cara mencari hukum syara’. Boleh mengikuti pendapat ornag lain yang lebih mengerti hukum-hukum syara’ dan mengamalkannya.
  • Syarat-syarat yang ditaqlidi. Yaitu hukum yang berhubungan dengan syara’. Dalam hukum akal tidak boleh bertaqlid pada orang lain, seperti mengetahui adanya Dzat yang menciptakan ala serta sifat-sifatnya. Karena jalan menetapkan hukum tersebut adalah akal, dan setiap orang yang mempunyai akal. 


Hukum  Bermadzhab


Hukum bermazhab adalah mubah atau boleh. Karena mazhab merupakan hasil ijtihad dari ulama. Jadi tidak larangan untuk mengikutinya. Bahkan jika kita tidak dapat berijtihad sendiri atau menemukan hukum sendiri.

Dalam bermadzhab kita tidak boleh bersikap fanatic atau menganggap bahwa madzhab yang kita anut itu adalah yang paling benar dan menganggap yang lain salah. Sikap fanatisme madzhab yang berlebihan ini akan menimbulkan berbagai permasalahan baru bagi masyarakat kontemporer.  Karena hukum Islam dianggap tidak fleksibel dan tidak mengikuti perkembangan zaman. 

Setiap madzhab merupakan hasil ijtihad dari para ulama fiqh. Jadi dari hasil pemikiran para mujtahid itu tentu memang memiliki perbedaan-perbedaan karena adanya perbedaan latar belakang, sumber hukum yang digunakan, pemahaman dalam memahami kandungan Al-Qur’an maupun Hadits dan lain sebagainya. 

Jadi dalam bermazhab kita tidak boleh terlalu fanatic dengan salah satu mazhab karena justru dengan perbedaan pendapat dari imam mazhab itu menunjukkan keluasan keilmuan. 

Kesimpulan

Dari pemabahasan di makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa taqlid merupakan mengikuti pendapat seseorang mujtahid atau ulama tertentu tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilan pendapat tersebut. sedangkan yang dimaksud dengan ittiba’ adalah mengikuti ata menerima semua yang diperintahkan atau dilarang atau dibenarkan oleh Rasulullah. Madzhab adalah Pendapat salah seorang imam Mujtahid tentang hukum suatu masalah. Dan yang terakhir yaitu talqif yaitu menyelesaikan suatu masalah (hukum) menurut hukum yang terdiri atas kumpulan (gabungan) dua mazhab atau lebih.

Dalam bertaqlid kita harus memperhatikan beberapa syarat yaitu orang yang bertaqlid benar-benar orang yang awam atau tidak mengerti cara-cara hukum syara’. Sedangkan ketentuan dalam bermazhab yaitu kita tidak boleh terlalu mfanatic terhadap salah satu mazhab dan juga memilih mazhab yang sesuai dengan pemikirna atau keyakinan kita. 

Saran 

Dalam makalah ini tentu saja masih banyak kekurangan dan kesalahan, namun meskipun demikian kami harapkan pembahasan yang ada dalam makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang ilmu fiqh. Selain itu juga melalui pembahasan ini diharapkan bisa diamalkan dalam kehidupan nyata.

DAFTAR PUSTAKA 

Ahmad, Beni Saebeni.  Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia. 2012.
Ali, M. Hasan. Perbandingan Mazhab Fiqh. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2000. cet ke-2.
 Asy-Syarkasy, Ahmad. 4 Mutiara Zaman Biografi Empat Imam Mazhab. Jakarta: Pustaka Qalami. 2003.
 Dzajuli, A. Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media. 2010. cet ke-7.
Koto, Alaiddin. Ilmu Fiqh dn Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar). Jakarta:RajaGrafindo Persada. 2011. cet ke-4.
Mardani. Ushul Fiqh. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2013. cet ke-1
Suyatra. Dasar-Dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Uman, Khoirul dan A. Achyar Aminudin. Ushul Fiqih II. Bandung: Pustaka Setia. 2001. cet ke-2.

0 Komentar untuk "Taqlid, Ittiba’, Madzhab, dan Talqif dalam Usgul Fiqh"

Back To Top