Tradisi Ruwahan di Desa Tubanan Jepara Jawa Tengah

Tradisi Ruwahan di Desa Tubanan Jepara Jawa Tengah


Bulan Sya’ban merupakan bulan yang istimewa karena di dalamya terdapat amalan-amalan yang mempunyai pahala yang besar. Bulan Sya’ban merupakan bulan ke delapan dalam penanggalan Islam. Bulan ini juga bulan yang mulia karena bulan ini merupakan bulan sebelum Ramadhan atau puasa. 

Dalam penanggalan Jawa bulan Sya’ban lebih dikenal dengan nama ruwah. Oleh sebab itu dalam bulan Sya’ban ini di Jawa terdapat tradisi atau kebiasaan masyarakat yang disebut dengan ruwahan. Tradisi atau kebiasaan ini sudah berlangsung secara turun temurun. Sehingga  tradisi ini tidak diketahui kapan muncul dan kenapa tradisi ini bisa muncul.
  
Dalam suatu masyarakat pasti memiliki tradisi atau budaya yang membedakannya dengan daerah lain. Pada bulan Sya’ban ini setiap daerah juga memiliki tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bulan Sya’ban merupakan bulan penyambutan bulan Ramadhan. Banyak sekali tradisi yang dilakukan selama satu bulan penuh. 

Di desa Tunahan juga memiliki tradisi tersendiri dalam bulan Sya’ban atau ruwah ini. Di desa Tunahan ini masyarakat rutin melaksanakan tradisi ini yang diadakan setiap setahun sekali ini.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana pelaksanaan tradisi ruwahan di desa Tunahan?
  2. Apa saja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tradisi tersebut?
  3. Apa makna atau filosofi dari pelaksanaan tradisi ruwahan tersebut?
  4. Siapa pelaku tradisi tersebut?
  5. Di mana pelaksanaan tradisi tersebut?
  6. Kapan pelaksanaan tradisi tersebut?


Pengertian Tradisi Ruwahan


Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat hingga sekarang.  Tradisi ini berarti warisan dari para leluhur yang msih ada hingga sekarang karena masih terus dilakukan. Biasanya, tradisi itu dianggap sacral dan memiliki nilai mistis tersendiri.

Sedangkan ruwahan berasal dari kata arwah yang dijamakan menjadi ruwah kemudian tradisi ini dikenal dengan ruwahan. Maksudnya, pada bulan ini orang-ornag yang masih hidup di dunia mengirimkan sesuatu atau do’a kepada Allah yang Maha Pencipta agar orang yang ada di dalam kubur mendapatkan kemudahan dan kemurahan-Nya. 

Ruwahan merupakan ritual tahunan yang diadakan setiap bulan ruwah dalam penanggalan Jawa dan pada bulan Sya’ban dalam penanggalan Islam. Ritual ini biasanya dijalankan selama bulan ruwah selama sebulan itu. Tiap orang atau warga berbeda dalam melaksanakan ritual ini. Tergantung kesiapan dari masing-masing warga. Namun terkadang ada juga yang bersamaan.

Tradisi ruwahan ini dijalankan untuk mengingat para leluhur atau keluarga yang sudah meninggal. Tradisi ini dilakukan untuk mengirim do’a kepada para ahli kubur yang sudah meninggal. Menurut bapak Kholis ustadz di desa Tahunan dalam ceramahnya beliau menyampaikan jika bulan Sya’ban ini merupak an hari raya bagi orang yang sudah meninggal. Jika orang yang masih hidup memiliki hari raya Idul Fitri maka bulan Sya’ban ini adalah hari raya bagi orang yang sudah meninggal. Jadi tidak hanya orang yang masih hidup saja yang memiliki hari raya idul fitri tapi juga orang ynag sudah meninggal. 

Keutamaan Bulan Sya’ban


Bulan Sya’ban memiliki banyak keutamaan di antaranya bulan ini merupakan bulan pembuka menuju bulan Ramadhan. Aisyah RA menuturkan bahwa:

“ Aku tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau banyak melakukan puasa di luar Ramadhan kecuali pada bulan Sya’ban. (HR. Muttafaq’alaih). 

Hadits ini menunjukkan bahwa Sya’ban merupakan bulan “pemanasan puasa” sebelum Ramadhan. Puasa sebagai amalan yang sangat dianjurkan dilakukan di bulan Sya’ban sebagai persiapan untuk memantapkan kualitas puasa Ramadhan.

Selain itu, bulan Sya’ban juga memiliki pesan yang dapat dipetik yaitu bahwa ibadah Ramadhan akan lebih sempurna dan lebih produktif jika didahului dengan latihan-latihan spiritual berupa amalan-amalan di bulan Sya’ban. Karena ibadah dalam Islam pada umumnya menuntut adanya konsistensi (istiqamah) dan keberlanjutan bukan hanya dilakukan sekali dan langsung.

Dalam bulan Sya’ban terdapat amalan-amalan sunnah yang dianjurkan seperti puasa sebagai pemanasan untuk menghadapi bulan Ramadhan. Sehingga saat Ramadhan telah tiba nanti kita sudah siap untuk melakukan ibadah puasa karena sudah terbiasa di bulan Sya’ban. Jadi puasa akan terasa lebih ringan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di desa Tunahan kecamatan Keling kabupaten Jepara.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode pengamatan atau observasi dan wawancara.

Pengamatan yaitu dengan cara mengamati kegiatan atau objek yang diteliti untuk mendapatkan data yang diperlukan dan juga informasi yang menyangkut hal tersebut.
Wawancara yaitu metode pengumpulan data atau informasi dengan cara Tanya jawab sepihak dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. 
Kepustakaan yaitu metode yang dilakukan dengan cara mencari referensi-referensi dari buku yang mendukung tema yang akan dibahas.

Kajian Pustaka

Bagi masyarakat Jawa bulan sya’ban atau ruwah ini mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua orang yang masih hidup untuk mengingat jasa dan budi baik para leluhur, tidak hanya terbatas pada orang-orang yang termasuk anggota keluarga tetapi juga termasuk orang-orang terdekat, para pahlawan, para perintis bangsa yang telah mendahului kita pindah ke dalam dimensi kehidupan yang sesungguhnya. Bulan arwah juga merupakan saat di mana kita harus “sesirih” atau bersih-bersih diri meliputi bersih lahir dan bersih batin. Membersihkan hati dan pikiran sebagai bentuk pembersihan dimensi jagad kecil yakni diri sendiri meliputi unsure jiwa dan raga.

Tradisi ruwahan yang sudah turun temurun sejak ratusan atau ribuan tahun yang lalu adalah terjadinya interaksi dan bahkan komunikasi dua pihak. Yaitu pihak yang masih hidup dengan pihak para leluhur yang sudah meninggal. Pada bulan arwah ini para leluhur menghentikan aktivitasnya dan untuk suatu aktivitas khusus yakni menyambut anak cucunya. Berbagai kegiatan pun dilakukan seperti kegiatan membersihkan makam, sedekah dan sesaji, membaca dzikir , mengucapkan do’a-do’a tertentu dan berbagai kalimat untuk menyambung rasa kepada para leluhur. 

Manfaat dari ritual ini yaitu interaksi yang lebih intens dengan para leluhur. Ini juga berarti para leluhur menganggap bulan arwah ini sebagai momentum rutin yang dilakukan setahun sekali untuk lebih intens berkomunikasi dengan anak cucu keturunan dan semua orang yang menghaturkan sembah bakti padanya. dalam kepercayaan orang Jawa bahwa para leluhur mencurahkan perhatian kepada siapa pun yang mewujudkan sembah baktinya kepada para leluhur. Perhatian leluhur ini tidak sekedar “sawang nyawang saka kadohan” atau mengikuti sepak terjang kehidupan anak cucu keturunannya, tetapi lebih dari itu, mereka bahkan membimbing dan mengarahkan apabila anak cucu keturunannya akan menempuh jalan yang salah.

Observasi Penelitian

1. Kondisi Sosial Budaya Desa Tunahan


Masyarakat desa Tunahan merupakan masyarakat yang sebagian besar penduduknya masih mengikuti tradisi peninggalan nenek moyang mereka. Sebagian besar penduduk di desa beragama Islam dan bermata pencaharian sebagai petani. Islam yang dijalankan di desa ini juga merupakan perpaduan dari agama Hindhu Budha dan Islam. Karena islam masuk ke daerah ini ketika agama Hindu Budha sudah berkembang dan melekat dalam keseharian penduduk desa Tunahan. Jadi saat Islam masuk ke desa ini, tidak begitu saja langsung mengganti ajaran lama dengan ajaran Islam tapi dengan pendekatan-pendekatan sehingga terjadilah akulturasi antara dua kebudayaan yang berbeda. Kemudian menghasilkan kebudayaan baru perpaduan antara keduanya. 

Penduduk di desa Tunahan ini termasuk golongan masyarakat yang masih teguh memegang kebudayaan para nenek moyang mereka. Penduduk di desa ini sering mengadakan ritual-ritual adat yang dibumbui dengan do’a-do’a Islami. Banyak sekali kebiasaan atau tradisi yang masih dijalankan oleh sebagian penduduk desa ini. Penduduk desa ini akan merasa berdosa jika tidak melaksanakan tradisi yang sudah dijalankan. Itu akan dianggap tidak menaati peraturan yang sudah ada.

Masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani ini menyebabkan banyak masyarakat hidup sederhana. Sehingga banyak generasi muda didesa ini tidak bisa melanjutkan pendidikan menuju jenjang yang lebih tinggi dan lebih memilih merantau ke negeri orang untuk mencari rezeki. Sehingga banyak generasi muda yang tidak peduli dengan keadaan di desanya sendiri. 

2. Tatacara Pelaksanaan Tradisi Ruwahan di Desa Tunahan


Pelaksanaan ruwahan di desa Tunahan ini ada dua cara yaitu dengan cara individual dan kolektif.

a. Secara individual

Yaitu seseorang mengundang beberapa orang tetangganya untuk ke rumahnya dan memanjatkan do’a yang kemudian diberi berkat (nasi dan lauk pauk). Pelaksanaan ruwahan secara individual ini biasanya dilakukan oleh orang yang berkecukupan. Karena untuk membuat berkat tidak sedikit biaya yang diperlukan. Biasanya ruwahan secara individual ini dipimpin oleh ustadz setempat kemudian tuan rumah akan memberikan catatan yang berisi orang-orang yang sudah meninggal. 

Mereka menganggap jika acara ruwahan itu untuk mengirim do’a bagi orang yang sudah mati melalui ritual tersebut. Selain itu juga, tuan rumah akan memabakar menyan di dalam rumah untuk menyambut arwah dari orang yang sudah meninggal. Mereka percaya bahwa arwah para leluhur mereka akan ulang saat bulan Sya’ban sehingga mereka membakar menyan sebagai bentuk penyambutan dan penghormatan pada leluhur mereka.

Waktu pelaksanaan tradisi ruwahan secara individu biasanya setelah shalat Maghrib atau Isya’. Beberapa orang diundang ke rumahnya kemudian acara itu dipimpin oleh ustadz setempat.

b. Secara kolektif.

Yaitu beberapa orang dengan membawa satu berkat dibawa ke masjid dan memanjatkan do’a bersama yang dipimpin oleh seorang ustadz. Dalam pelaksanaan ruwahan secara kolektif ini biasanya dilakukan pada hari ke 27 bulan Sya’ban. Biasanya orang yang mengikuti ruwahan secara kolektif ini adalah orang yang tidak mampu untuk melaksanakan ruwahan secara individu. Karena jika secara kolektif cukup hanya dengan membawa satu berkat tapi jika secara individual harus membuat berkat yang banyak. 

Berbeda denga  ruwahan individual yang hanya memberikan catatan berisi ahli kubur keluarga, ruwahan secara kolektif selain menulis para ahli kubur juga memberikan sejumlah uang sesuai kemampuan tidak ada patokan yang pasti. Uang itu merupakan sumbangan atau shodaqah jariyah yang diberikan agar pahalanya nanti bisa diberikan kepada para ahli kubur.  Kemudian ustadz tadi akan membacakan semua ahli kubur dari orang-orang yang hadir. Kemudian membaca do’a-do’a tertentu. Setelah itu berkat dimakan di tempat atau dibawa pulang. 

Seorang warga desa yang bernama Sukilah mengaku memilih ruwahan dengan cara kolektif karena biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Acara ruwahan itu digunakan sebagai syarat yang penting sudah dilakukan dan do’anya sampai kepada yang Maha Kuasa. 
Pelaksanaan secara kolektif ini dilaksanakan setelah shalat Isya’. Orang-ornag berkumpul di masjid atau musholla, kemudian seorang ustadz akan memimpin membaca tahlil yang kemudian dilanjutkan dengan do’a

3. Hidangan khas Ruwahan.


  • Ketan  memiliki makna teringat atau terkenang. Maksudnya teringat kejadian masa lalu.
  • Kolak pisang hasil bumi yang menggantung. Untuk mengingatkan kita akan kesalahan ynag pernah kita lakukan kepada orang tua dan para leluhur serta kepada yang Maha Kuasa.
  • Kolak ubi jalar mewakili pal kependem yaitu hasil bumi yang buahnya ada di dalam tanah. Untuk melambangkan adanya kesalahan leluhur kepada sesame manusia.
  • Apem ini melambangkan adanya harapan suatu ampunan akan kesalahan di masa lalu.


4. Makna tradisi Ruwahan


Makna dari tradisi ruwahan yaitu agar kita mengingat kembali pada orang yang telah meninggal dan tidak melupakan mereka. Selain itu, dengan mengingat mereka, maka kita juga akan ingat bahwa suatu hari nanti kita juga akan menyusul mereka. Sehingga kita bisa lebih meningkatkan ibadah dan amalan-amalan lainnya. Sebagai persiapan menghadapi kematian.
Tradisi ruwahan itu juga sebagai acara mengirim do’a dan pahala bagi orang yang meninggal. Orang yang meninggal tidak sepenuhnya terpisah dari kehidupan dunia, tetapi juga membutuhkan do’a dari keluarga. Agar para ahli kubur ini bisa tenang dan dilapangkan kuburnya.

Kesimpulan

Tradisi ruwahan merupakan tradisi peninggalan nenek moyang yang dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan Sya’ban atau ruwah dengan ritual-ritual tertentu. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk komunikasi antara orang yang masih hidup dengan orang yang meninggal yang diadakan setiap satu tahun sekali. Karena orang yang masih hidup memiliki keyakinan bahwa orang yang meninggal itu dekat dengan sang Pencipta sehingga orang yang masih hidup ini percaya jika para leluhur bisa membimbing mereka dan mengingatkan mereka akan kesalahan-kesalahan mereka.

Tradisi ruwahan ini bisa dilakukan secara individual maupun kolektif sesuai kemampuan masing-masing warga. Karena tidak ada keharusan untuk melakukan tradisi ini harus dilakukan secara individual. Ruwahan ini dipercaya sebagai sedekah untuk para leluhur mereka. Dalam tradisi ruwahan ini juga ada hidangan khas yaitu apem, kolak pisang, ketan  dan kolak ubi jalar yang memiliki makna filosofis. 

Saran

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan penulis sebagai khasanah ilmu pengetahuan. Meskipun makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kesalahan. Untuk itu meskipun jauh dari sempurna tapi semoga bisa membuat pembaca menambah ilmu pengetahuannya. Sehingga makalah ynag saya tulis ini bisa menambah wawasan baru bagi para pembaca. Semoga makalah ini tidak hanya sekedar dibaca tapi juga dapat diamalkan apa yang terkandung di dalam tulisan saya ini.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hal. 1208, cet ke-4
 Kholis, ceramah dalam acara Yasinan Kamis, 11 Juni 2015
 Subiyanto, Arif dan FX Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, 2007, Yogyakarta: Andi Offset, hal. 97
 Sukilah,  wawancara dengan warga desa Tunahan  Sabtu, 30 Mei 2015
https://sabdalangit.wordpress.com/2012/06/06/memahami-tradisi-bulan-arwah/diakses 25 juni 2015, 09.44
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/05/27/nozjc3-keutamaan-bulan-syaban-yang-diabaikan-banyak-umat-islam diakses 25 juni 2015 14.18

0 Komentar untuk "Tradisi Ruwahan di Desa Tubanan Jepara Jawa Tengah"

Back To Top