Balada Seorang Mahasiswa

Ini cerita fiksi keduaku di blog ini. Judulnya Balada Seorang Mahasiswa. (Hahaha.. gitu banget yak judulnya). Setelah cerita yang pertama bertajuk Trouble Maker (Part 1). Yup! Tulisan fiksiku yang pertama masih bersambung, tapi belum sempet ngelanjutin. Sedangkan cerita yang kedua ini berbentuk cerpen atau cerita pendek. Jadi sekali baca udah selesai. Sementara nunggu kelanjutannya (pede banget kayak ada yang nunggu, hh), baca yang ini dulu ya gaiss... :)

Happy reading ....

Balada Seorang Mahasiswa

Balada Seorang Mahasiswa

Pagi ini Nadia berencana meluangkan waktu dua jam sebelum jam pertama kuliah dimulai dengan bergelut dengan buku-buku di perpustakaan. Bukan, bukan perpustakaan kampus. Nadia sudah mengobrak-abrik seisi perpustakaan dan tidak menemukan buku yang Nadia anggapnya "layak" untuk dijadikan referensi tugas yang sedang dikerjakannya. Nadia berencana pergi ke perpustakaan kota.

Dengan terburu-buru Nadia menghabiskan sarapannya, mencuci piringnya dengan cepat dan menyambar tasnya dengan sembarangan. Dalam beberapa menit sepeda motornya sudah membelah jalanan pagi kota Jepara yang ramai. Tanpa ingin membuang-buang waktu Nadia melajukan motor tuanya dengan kecepatan maksimal.

Karena kurang berhati-hati, hampir saja motor yang sendang ditunggangi Nadia “berpelukan” dengan gerobak Pak Siomay langganannya yang mukanya langsung berubah merah padam, campuran antara kaget dan setengah marah. Oleh kerja sama antara kaki kanan Nadia dan pedal rem motor tuanya yang selaras, "pelukan" tadi tidak terjadi.

Setelah meminta maaf dengan cepat Nadia kembali memutar gas, kali ini lebih berhati-hati, berharap kejadian serupa tidak terulang lagi.

Setibanya di perpustakaan, Nadia segera membenamkan dirinya diantara buku-buku yang berjajar dalam rak-rak tinggi. Ada ribuan pustaka dengan beragam kategori yang dimiliki perpustakaan ini, hanya saja sering kali Nadia mendapati banyak buku yang tidak tersimpan pada raknya. Entah karena ketidak pedulian pengunjung yang asal ambil asal taruh, atau kurang cekatannya para petugas perpustakaan yang tidak segera menata buku-buku tersebut pada tempatnya.

Pada hari-hari biasa Nadia akan mengembalikan buku yang tidak pada raknya ke tempat asalnya, menata dan merapikannya sampai Nadia menemukan buku yang Nadia cari. Tapi tidak hari ini, saat dua jam lagi tugas yang diberikan minggu lalu harus dikumpulkan dan Nadia baru selesai pada bagian pendahuluannya saja karena buku referensi yang dibutuhkannya masih kurang.

Sebenarnya tugas yang sedang dikerjakannya ini adalah tugas kelompok dengan empat anggota di dalamnya. Tapi seperti biasa, teman-temannya berusaha lari dari tanggung jawabnya dengan segudang alasan.
Ditengah kegiatannya memilah buku, Nadia teringat percakapannya dengan sahabatnya Seli saat jam istirahat kemarin.

"Heran deh, kenapa sih mereka susah banget diajak kerja sama?" keluh Nadia.

"Kenapa sih Nad? Mereka siapa? Kerja sama apa?" jawab Seli santai sambil memainkan telepon genggamnya.

"Itu Sel, anggota kelompokku,, masak mereka kayak lepas tangan gitu sama tugas ini, emangnya yang butuh nilai aku doang? yang dapet tugas aku doang? kok jadi aku doang sih yang suruh ngerjain!?" Nadia makin menggerutu.

"Ya udah, kerjain aja Nad, daripada kalian semua ngga dapet nilai, kamu juga kan yang rugi," Seli mencoba memberi solusi yang sama sekali tidak membantu.

"Tapi ngga gitu juga dong Sel."

"La emang si Venny sama si Milo ngga mau bantuin?"

Nadia menggeleng, "boro-boro mau ngebantuin, waktu aku kasih tau kalau mereka kelompok aku aja mereka cuman bilang 'oh.. iya mbak..' ngga tanya kelompok berapa, dapet tema apa, majunya kapan, ngumpulinnya kapan. Kesel banget tau ngga si Sel."

"Trus si Ale, bukannya dia kemarin nanyain ke kamu dia bisa bantu apa?"

"Gayanya sih mau ngebantuin, masak iya waktu aku minta dia nyari buku ke perpus dia malah bilang 'kamu aja deh yang nyari', waktu aku tunjukin buku yang mungkin bisa dibuat referensi dia cuman bilang 'yang mana yang mau diketik, kasih garis atau tanda apa gitu aja biar nanti aku yang ketik',, oh dear.... bahkan baca aja ngga mau, gimana bisa paham, giman bisa ngebantu kalau kayak gitu caranya? Fiuhh.." Nadia meniup ujung jilbabnya, kebiasaan saat sedang kesal.

Seli hanya menahan tawa melihat sahabatnya itu mengomel, dia jadi membayangkan ada dua tanduk di kepala sahabatnya. "Mungkin mereka emang lagi sibuk kali Nad, jadi ngga bisa bagi waktu."

"Ngga bisa bagi waktu?? Emangnya cuma mereka aja yang sibuk? Aku kan juga sibuk. Ngga bisa bagi waktu benar-benar alasan yang sangat "bodoh" untuk seorang mahasiswa."

Seli agak tercengang dengan argumen terakhir Nadia, setelah diam sejenak Seli berkata lirih, "mungkin mereka memang merasa bodoh Nad, merasa tidak mampu, seperti aku."

"Seli sayang... ngga ada yang namanya orang bodoh atau pintar. Yang ada hanya orang rajin atau malas. Kata 'bodoh' hanya sebuah alibi untuk mereka yang suka memelihara kemalasan. Dan aku yakin kamu bukan bagian dari mereka. Mereka yang selalu menganggap diri mereka bodoh dan menyerah, hanyalah orang-orang tidak mau berusaha lebih keras."
Seli hanya diam, entah apa yang dipikirkannya.

"Sel, sorry.. aku ngga bermaksud jadi sok nasehatin kamu. maaf kalo kata-kataku barusan bikin kamu tersinggung"

"ssttt,, kamu bener. And you have to remember, that trere's no 'sorry' and 'thank you' between friends.”

Bip…

Bunyi singkat tanda pesan masuk membuyarkan lamunannya,  ternyata pesan singkat yang dikirim salah seorang anggota kelompoknya, Venny.

Mb Nadia, mf ya q blm dpt bukunya,,
temenq ngga ada yg punya, mgkn nnt q bisa cari di perpus kampus...
‘What?! Nanti? Nanti kapan? Udah jam segini juga’. Nadia membatin.
Dengan enggan dia membalas pesan venny.

Iya...

Usai mengambil beberapa buku yang diperlukan, Nadia mengambil tempat duduk disudut barat dekat jendela, tempat favoritnya.

Waktu melesat bagai anak panah, tanpa terasa setengah jam lagi jam pertama dimulai. Dengan segera Nadia menyelesaikan bagian akhir tugasnya. Dalam waktu kurang dari dua menit tugas yang dikerjakan oleh Nadia telah selesai.

Nadia melesatkan sepeda motornya ke tempat rental dan fotokopi dekat kampus. Mencetak dan mengkopi hasil tugasnya sejumlah teman satu kelasnya sebagai bahan diskusi. Tidak puas dengan hasil kerja penjaga rental yang dianggapnya terlalu lamban, Nadia berinisiatif mencetak dan mengkopi sendiri tugasnya.

‘Sial, udah telat 10 menit,’ pekik Nadia saat menengok jam di pergelangan tangannya. Dengan tergesa Nadia menuju ruang kelas, dan mendapati beberapa temannya masih berdiri di luar kelas.

“Kok belum masuk?” Nadia menyapa salah seorang temannya.

“Dosennya ngga berangkat.”

“Ouch...” Lalu hening.

Tag : Fiksi, OneShot
0 Komentar untuk "Balada Seorang Mahasiswa"

Back To Top